Rabu, 23 November 2011

Internalisasi Nilai - Nilai Kepamongprajaan


Internalisasi Nilai-Nilai
            Kebijakan internalisasi nilai-nilai kepamongprajaan di IPDN diterapkan dalam beberapa tahapan pengasuhan yaitu : Tahap Penanaman (Muda Praja), Penumbuhan (Madya Praja), Pengembangan (Nindya Praja) dan Pendewasaan (Wasana Praja).   Internalisasi nilai-nilai pada Muda Praja (Tahap Penanaman), meliputi penanaman nilai-nilai etis yang berkaitan dengan sikap dan sifat seorang pamong yang mampu memberikan pelayanan prima pada masyarakat.  Pada tahap Penumbuhan (Madya Praja), meliputi penanaman nilai-nilai yang berkaitan dengan menumbuhkembangkan  disiplin pribadi, harga diri, kesadaran akan tugas dan tanggung jawab, mempertinggi percaya diri, kerjasama dan meningkatkan motivasi berprestasi.  Internalisasi nilai-nilai pada tahap Pengembangan (Nindya Praja), meliputi penanaman nilai-nilai yang berkaitan dengan mengintegrasikan nilai-nilai  yang telah ditanamkan  pada tahapan sebelumnya agar tercipta kesadaran praja terhadap kualitas diri dan pekerjaan .  Sedangkan pada tahap Pendewasaan (Wasana Praja), berkaitan dengan mengembangkan praja sebagai pribadi yang mandiri dan adaptif. 



Gambar  1.  Model Penanaman Aspek Pengasuhan

Berdasarkan kurikulum, internalisasi nilai-nilai kepamongprajaan di IPDN tidak lepas dari penanaman nilai-nilai yang meliputi aspek-aspek pengasuhan, yaitu melalui Pembinaan Mental Kepribadian (iman dan taqwa, kepedulian dan pengabdian, kualitas, integritas, dan kerjasama).  Sedangkan kegiatan ekstrakurikuler meliputi Pembinaan Kreativitas (pembinaan kegiatan kemasyarakatan, pembinaan kesenian dan olah raga, pembinaan keterampilan).    Iman dan Taqwa meliputi : ketaatan beribadah; toleransi kehidupan beragama; kejujuran;dan kebersihan.  Kepedulian dan Pengabdian meliputi : empati dan kepekaan sosial;  adaptasi; rasa tanggung jawab; dan tanpa pamrih.  Kualitas meliputi : percaya diri; terampil; berfikir kritis, kreatif dan inovatif; serta kestabilan jasmani dan rohani.  Integritas meliputi : pantang menyerah; berani; loyal; konsisten; dan kesatria.  Kepemimpinan meliputi : kemampuan memotivasi; keteladanan; dan kerjasama.  Sedangkan Disiplin meliputi : aktualisasi diri; ketaatan pada aturan; mawas diri; dan kemandirian.

Pendekatan Learning Organization
            Salah satu tujuan Renstra IPDN adalah mewujudkan IPDN sebagai “ Learning Organization ”.  Menurut Peter Senge (1990); Organisasi Pembelajaran adalah organisasi yang manusia-manusianya terus menerus meningkatkan kapasitasnya untuk menciptakan hasil-hasil yang sungguh-sungguh mereka inginkan, terus menerus mengembangkan dan memelihara pola-pola pikir baru yang sistemik, membebaskan aspirasi-aspirasi kolektif berkembang, dan terus menerus belajar bagaimana belajar bersama secara sinergik.  Lima disiplin pembelajaran atau keterampilan-keterampilan untuk membangun organisasi pembelajaran adalah : Personal Mastery (Kepiawaian Pribadi); Mental Models (Model-model Mental); Shared Vision (Membangun Visi Bersama); Team Learning (Tim Pembelajaran); dan Systems Thinking (Berfikir Serba Sistem).
Upaya dini dalam penegakan etika pemerintahan atau etika birokrasi di lingkungan Kementerian Dalam Negeri antara lain melalui internalisasi nilai-nilai etis pada kegiatan  pendidikan berdimensi afektif di IPDN.  Praja sebagai kader pemerintahan dalam negeri dibekali berbagai nilai-nilai guna menunjang penegakan etika profesi pamong praja pada saat mereka bertugas melaksanakan fungsi-fungsi pemerintahan. Salah satu alternatif pendekatan yang diterapkan dalam kegiatan internalisasi nilai-nilai adalah melalui “learning organization”.  Melalui pendekatan ini diharapkan purna praja sebagai pamong praja muda menguasai kelima keterampilan atau disiplin diatas.
Personal Mastery (PM) adalah suatu tingkat keahlian khusus dalam setiap aspek kehidupan pribadi dan professional, terletak di luar kompetensi dan keterampilan, tapi didasari oleh kedua hal tersebut.  PM bukan sesuatu yang dimiliki dari lahir tapi merupakan suatu ‘proses’ dan suatu ‘disiplin sepanjang hayat’.  Pamong praja muda diharapkan mempunyai PM yang tinggi dalam penegakan etika profesi, sehingga menjadi pendorong bagi organisasi birokrasi untuk maju atau berkembang sehingga menumbuhkan komitmen dan kapasitas belajar anggotanya.  Organisasi yang berkembang menjadi besar akan mempunyai komitmen untuk mengembangkan pertumbuhan anggotanya; sedangkan perkembangan menyeluruh orang-orang dalam organisasi merupakan esensi dari pencapaian tujuan keunggulan organisasi tersebut. 
Ciri-ciri PM yang tinggi antara lain :
1.    Secara khusus memiliki “sense of purpose” di belakang visi dan tujuannya;
2.    Belajar bagaimana memahami dan bekerja dengan kekuatan pembaharuan (dengan tidak melawan kekuatan tersebut);
3.    Selalu ingin tahu, memiliki komitmen untuk secara terus menerus melihat realitas (kenyataan) yang lebih akurat;
4.    Merasa terkait satu dengan yang lain dan dengan kehidupan itu sendiri, tanpa mengorbankan keunikan masing-masing;
5.    Sangat menyadari ketidaktahuan, ketidakmampuan bidang pertumbuhan mereka;
6.    Sangat percaya diri;
7.    Mengambil banyak prakarsa;
8.    Mempunyai rasa tanggung jawab penuh atas pekerjaan;
9.    Belajar lebih cepat;
10. Mereka lebih dekat dengan hati mereka;
11. Hidup dalam semangat belajar yang terus menerus;
12. Dll.

Perkembangan emosional seperti tersebut diatas memberikan daya ungkit (“leverage”) yang besar untuk menggali potensi diri (kita); termasuk potensi diri pamong praja  yang menunjang penegakan nilai-nilai etis individu, profesi dan organisasi.
Model-model Mental (MM) merupakan citra, asumsi dan ceritera-ceritera yang ada dalam pikiran sendiri dan orang lain tentang setiap aspek kehidupan di dunia.  Asumsi-asumsi yang telah tertanam secara mendalam, generalisasi, bahkan gambar-gambar atau persepsi-persepsi yang mempengaruhi bagaimana kita memahami dunia, dan bagaimana kita mengambil tindakan.  Mental model seorang pamong praja akan mempengaruhi perilakunya.  MM akan menentukan seorang pamong praja bagaimana ia memberi ‘warna dunia’nya; menentukan bagaimana langkah tindakannya; mempengaruhi penglihatan, sikap serta  tindakannya; dan membentuk perbuatan yang dia lakukan. 
MM sangat menentukan perbuatan seorang pamong praja, karena MM mempengaruhi apa yang dia lihat.  Sebagai contoh dua orang pamong praja yang berlainan, menangani masalah yang sama, akan menghasilkan hal yang berbeda karena fokus pengamatannya berbeda.  MM seorang pamong praja tidak bisa dikatakan ‘benar’ atau ‘salah’, tetapi masalah akan timbul apabila MM dibawah sadar.  Yang penting MM seorang pamong praja yang berkaitan dengan nilai-nilai etis individu, profesi dan organisasi terbentuk dengan esensi cinta kebenaran dan keterbukaan.
Building Shared Vision atau Membangun Visi Bersama (MVB) adalah membangun komitmen kelompok dengan mengembangkan citra bersama tentang wujud masa depan yang ingin diciptakan, dan prinsip-prinsip serta pedoman-pedoman untuk menciptakan hal tersebut.  Beberapa proses membangun visi bersama yang dilakukan pamong praja antara lain: mencermati lingkungan organisasi; mencermati siapa pelanggan organisasi dan stakeholdersnya, berfikir terbuka; menghargai nilai visi yang ada; serta dalam mengoperasionalkan visi melakukan komunikasi yang efektif, memperkuat jejaring hubungan (networking), dan menjadikan dirinya sebagai perwujudan visi tersebut.  Selain itu visi yang dibangun harus dapat menarik minat anggota organisasi, pelanggan dan stakeholders; menggelorakan semangat anggota serta merebut komitmen melalui bakat, keterampilan, dan sumberdaya yang ada.  Hubungan dalam organisasi antara visi yang dibangun, misi yang ditetapkan untuk mencapai visi, dan nilai-nilai termasuk nilai-nilai etis dalam menjalankan visi dan misi adalah :  Visi tanpa misi = Keinginan yang tidak praktis; Misi tanpa nilai = Menjurus kearah menghalalkan segala cara; Misi + nilai tanpa Visi = Tak ada inspirasi; sedangkan Visi + Misi + Nilai-nilai =Identitas organisasi yang menentukan masa depan yang didambakan.  Selain itu esensi dalam membangun visi bersama adalah: Maksud dan tujuan bersama (commonality of purpose), dan Kemitraan (Partnership).
            Tim Pembelajaran (Team Learning) membantu menyelaraskan pikiran dan energi yang menggerakkan resonansi dan sinergi dalam proses pembelajaran.  Tim Pembelajaran mentransformasi keterampilan-keterampilan konversasi dan berfikir kolektif sehingga kelompok dapat mengembangkan kecerdasan kolektif dan kemampuan yang lebih besar dari jumlah talenta para anggotanya; jadi esensinya adalah kecerdasan kolektif dan penyatuan.  Dalam hal ini pamong praja harus memahami prinsip-prinsip Team Learning yaitu dialog (dialogue), memadukan dialog dengan diskusi (integrated dialogue and discussion), dan berdalih (defensive routine).  Sedangkan prakteknya adalah :  menunda asumsi (suspending assumptions), bertindak sebagai mitra  (acting as colleagues), memunculkan sikap mempertahankan pendirian (surfacing own defensiveness), latihan ( practising).
            Keterampilan yang harus dikuasai pamong praja adalah dialog dan diskusi terampil, yaitu suatu metoda komunikasi dan konversasi untuk meraih kecendekiaan kolektif dan kesepakatan yang optimal.  Perbedaan utama antara diskusi terampil dengan dialog terletak pada tujuannya.  Diskusi terampil bertujuan untuk sampai pada suatu kesimpulan, keputusan, kesepakatan, atau paling tidak mengidentifikasi prioitas-prioritas; sedangkan dialog bertujuan untuk mengeksplorasi fikiran-fikiran, temuan-temuan, dan wawasan.  Meskipun kadang-kadang tercapai suatu kesepakatan dalam dialog, namun hal itu bukan tujuan dari dialog itu sendiri.  Akan tetapi yang paling baik adalah pamong praja mempunyai kemampuan untuk memadukan dialog dengan diskusi terampil.  Setelah berdialog  selama waktu tertentu, mampu mengalihkannya untuk melakukan diskusi terampil guna mendapatkan kesepakan-kesepakatan.  Untuk   mendapatkan hasil dialog dan diskusi terampil yang optimal, peserta dialog dan diskusi terampil sebaiknya mengenal dan memahami instrumen-instrumen  model-model mental. 
             Berfikir Serba Sistem (System Thinking) merupakan dasar konseptual bagi membangun organisasi pembelajaran dan menghadapi kerumitan dinamik yang semakin meningkat (Nusyirwan Zen, 2003).  System thinking  mempunyai arti “pemikiran yang dilakukan berdasarkan sistem” atau “suatu cara berpikir dengan menggunakan sistem”.  Cara berpikir demikian sering juga disebut cara “berpikir sistemik”.  Pemahaman  pamong praja terhadap pentingnya menerapkan perilaku berpikir serba sistem karena: Meningkatnya kompleksitas dalam kehidupan; Meningkatnya interdependensi di dunia; Revolusi dalam teori maupun praktek manajemen; Meningkatnya kesadaran global, walaupun dengan keputusan lokal; Meningkatnya kesadaran pembelajaran sebagai kunci kapabilitas organisasi; serta masalah tak dapat diselesaikan dengan cara  berpikir yang menciptakan masalah itu.
            Beberapa kaidah yang perlu dipedomani (oleh pamong praja) dalam menerapkan berpikir serba sistem menurut Senge (1990), adalah :
1.    Permasalahan hari ini berasal dari “solusi” hari  kemarin;
2.    Semakin keras anda mendorong, semakin keras pula sistem itu mendorong balik;
3.    Perilaku berkembang lebih baik, sebelum memburuk;
4.    Pemecahan masalah yang mudah umumnya menggiring kembali ke masalah tersebut;
5.    Upaya penyembuhan dapat lebih buruk dari penyakitnya sendiri;
6.    Sesuatu yang lebih cepat biasanya akan lebih lambat;
7.    Sebab dan akibat tidak begitu erat terkait dengan waktu dan ruang;
8.    Perubahan kecil dapat menghasilkan hasil yang besar, namun wilayah dengan kemampuan daya ungkit terbesar itu biasanya tersembunyi;
9.    Anda dapat memiliki kue anda, dan juga memakannya, tetapi jangan sekaligus;
10. Membelah seekor gajah menjadi dua, tak akan menghasilkan dua ekor gajah kecil;
11. Jangan salah menyalahkan, jangan menghujat


Penutup
            Penegakan etika individu, etika  profesi, dan etika organisasi melalui penanaman nilai-nilai etis yang menunjang berjalannya fungsi-fungsi pemerintahan secara dini bisa diterapkan melalui kebijakan pendidikan kedinasan di lingkungan Kementerian Dalam Negeri. Internalisasi nilai-nilai dalam penyelenggaraan pendidikan dimensi afektif di IPDN merupakan salah satu upaya untuk menghasilkan pamong praja muda sebagai aparatur pemerintahan yang menjunjung tinggi nilai-nilai etis pemerintahan.  Pendekatan learning organization dalam penanaman nilai-nilai etis pemerintahan, diterapkan melalui internalisasi nilai-nilai secara konsisten dan berkesinambungan di IPDN dalam rangka  mempersiapkan sosok pamong praja yang professional.

Daftar Pustaka
Anwar, Dodo.   2005. Pengembangan Pelaksanaan Pelayanan Prima. Bahan Materi Diklatpim III.  Tidak dipublikasikan.

Dimyati dan Mujiono.  2002.  Belajar dan Pembelajaran.  Cetakan Kedua.  Penerbit PT Rineka Cipta, Jakarta.

Gabriel Lele.  2010. Peningkatan Kapasitas Etika Dalam Mendorong Perwujudan Good Governance.  Reformasi Aparatur Negara Ditinjau Kembali.  Editor Dr. Wahyudi Kumorotomo dan Dr. Ambar Widaningrum. Pengantar Prof. Dr. Agus Dwiyanto.  Diterbitkan atas kerjasama Penerbit Gava Media dengan Jurusan Manajemen Kebijakan Publik dan Magister Administrasi Publik.

LAN RI.  2003. SANKRI.  Sistem Administrasi Negara Kesatuan Republik Indonesia. Buku I  Prinsip-Prinsip Penyelenggaraan Negara.  Diterbitkan oleh Lembaga Administrasi Negara. Cetakan Pertama.  

Nusyirwan Zen.  2003.  System Thinking (Berfikir Serba Sistem).  Dasar Konseptual Bagi Membangun Organisasi Pembelajaran dan Menghadapi Kerumitan Dinamik Yang Semakin Meningkat.  Bahan Materi TOT Learning Organization.  Tidak Dipublikasikan.

Peter Senge.  1990.  The Fifth Dicipline.

Sudarmadi. 2007.  Membangun Potensi Diri.  Badan Diklat Depdagri.

Sumantri, Mulyani. 2003.  Dasar-Dasar  Pengembangan Kurikulum Perguruan Tinggi.  Disampaikan Pada Kegiatan Applied Approach 25 Agustus-30 September 2003 di STPDN.  Tidak dipublikasikan. 

Syafri, Wirman dan Israwan Setyoko.  2008.  Implementasi Kebijakan Publik dan Etika Profesi
Pamong Praja.ALQA Prisma Interdelta.  Jatinangor. 

Sarwono, Sarlito Wirawan.  1996.  Globalisasi dan Pembinaan Kader Pemerintahan.  Suatu Tinjauan Sosial-Psikologik.  Bahan Ceramah di STPDN Bandung, 1 Mei 1996.  Tidak dipublikasikan.


Peraturan Perundang-Undangan

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar