Rabu, 23 November 2011

Memaknai Konsep Pemimpin





Pendahuluan
            ‘ .......... indonesia kaya pemimpin Politikus, tetapi, miskin .......... sangat miskin pemimpin Negarawan......!’ ( DR. H. Roeslan Abdoelgani).

            Penyataan tokoh penggagas ‘Falsafah Pancasila’ , itu nampaknya menjadi sangat relefan dengan kondisi para pemimpin bangsa indonesia saat ini.  Para pemimpin Bangsa Indonesia pasca reformasi lebih banyak dipimpin oleh pemimpin bangsa yang berwawasan politikus ketimbang pemimpin bangsa yang berwawasan negarawan.
            Hal tersebut sangat nampak bila kita mencoba mengamati dan mengkritisi dari tingkah-laku dan sepak terjang para Elit Peminpin bangsa ini. Secara jujur, objektif dan tanpa didasari unsur sentimen tertentu... terdapat nuansa kekecewaan sebagian besar masyarakat kita terhadap “krisis kepemimpinan dan kewibawaan” yang disebabkan oleh penyalah-gunaan kewenangan (a buse of fower). Motivasi dan niat yang semula bertujuan mensejahterakan rakyat... malah sebaliknya.... rakyat dibuat tidak berdaya.
            Etika pemerintahan yang seharusnnya menjadi acuan dan rujukan pokok dalam prakteknya justru tidak dilaksanakan secara profesional dan proforsional. Akibatnya, sudah barang tentu hampir di semua wilayah di Indonesia pada tingkat proponsi dan kabupaten/kota mengalami degradasi moral dari para Elit Pemimpinnya. Karena selaku penanggung-jawab dalam hal pelaksana kebijakan “ poloitic polisional beleid “ dituntut untuk bertindak selaku pemimpin pemerintahan yang tidak hanya mengandalkan prinsip/azaz formalitas dan legalitas semata, melainkan ‘azaz moralitas’ yang justru menjadi kata kunci keberhasilan seorang pemimpin.
            Para Elit pemimpin bangsa kita sebagai pajabat publik lebih memandang masalah ‘ Moral ‘ adalah sebagai masalah yang sekunder, sehingga timbulnya kasus-kasus KKN, money politic di setiap even pilkada, serta penyimpangan dan penyalahgunaan jabatan publik dianggap sebagai tindakan biasa di antara mereka. Sehingga dampak yang ditimbulkan dari tindakan tersebut dieliminir oleh jargon-jargon politik, efimisme serta pemutarbalikan fakta. Merujuk pada fenomena di atas, tulisan ini mudah-mudahan dapat dijadikan rujukan betapa pentingnya memahami konsep kepemimpinan, motovasi dan orientasi kepemimpinan yang diemban oleh siapaun kita dalam perspeftif Islam. Dus itu semua berpulang pada diri kita sendiri.


A. Pemimpin

            Manusia adalah makhluk Allah yang memiliki kelebihan dari makhluk lainnya yang berupa akal. Dengan akalnya manusia bisa menciptakan, mempelajari dan memiliki sesuatu untuk menciptakan kehidupan yang damai dan aman. Dalam proses mencari kebutuhan hidupnya, manusia tidak bisa bekerja sendiri-sendiri tetapi harus berinteraksi dan bekerjasama dengan yang lainnya. Adanya keingina yang sama, maka akan terbentuk suatu komunitas yang memilki tujuan ynag sama pula. Untuk mencapai tujuan tersebut diperlukan seoarng pemimpin yang mampu mengatur terjadinya interaksi yang tidak merugikan satu dengan yang lainnya dan sebaliknya bisa menjalin kekuatan untuk mencapai kekuatan bersama.
1.    Pengertian dan Fungsi Pemimpin
Menurut pendapat Abd. Mulkabra (1988: 57) pemimpin dalam bahsa Inggeris biasa disebut leader. Asal katanya to lead sebagai to influence sebagi mempengaruhi. Dalam istilah dapat diartikan setiap orang yang mempunyai bawahan, sukses tidaknya suatu organisasi tergantung kepada car-cara pemimpin yang dipraktekannya. Sedangkan menurut Winardi (1990: 2) pemimpin adalah seseorang yang karena kecapannya pribadi dengan atau tanpa pengankatan resmi dapat mempengaruhi kelompok yang dipimpin untuk menggerakkan upaya bersama ke arah pencapaian sasaran-sasaran tertentu.
Berdasarkan pengertian di atas, maka pemimpin merupakan komponen dari suatu kelompok yang sangat berperan dalam mencapai keberhasilan kelompok tersebut. Seorang pemimpin dalam melaksanakan proses memimpin tidak lepas dari nilai-nilai atau sifat-sifat kepemimpinan, dimana seoarang pemimpin hendaknya mampu bekerja sama dan menggerakkan bawahannya ke arah tujuan bersama. Dengan demikian pemimpin adalah seseorang yang melakukan tindakan-tindakan kepemimpinan untuk mencapai suatu tujuan. Di bawah ini diungkapkan beberapa pengertian mengenai kepemimpinan:
a.    George R. Therry menyebutkan bahwa kepemimpinan adalah keseluruhan kegiatan untuk mempengaruhi kemauan orang lian untuk mencapai tujuan bersama.
  1. Prof. Dr. SP. Siagian menyebutkan bahwa kepemimpian adalah motor penggerak bagi sumber daya manusia dan sumber daya lainnya.
  2. Ralph M. Stagdill menyebutkan bahwa kepemimpinan adalah suatu proses mempoengaruhi aktivitas kelompok dalam upaya perumusan dan pencapaian tujuan.
(Gouzali Saydam, 1996: 700).
Pengertian di atas menunjukkan dan menekankan bahwa kepemimpinan merupakan fungsi dari pemimpin, bawahan dan situasi. Ini berarti bahwa pemimpin tidak hanya berfungsi pada hubungan antara pemimpin dan bawahan saja akan tetapi berfungsi juga untuk mempengaruhi seseorang atau kelompok dalam situasi tertentu. Oleh karena itu seorang pemimpin sangat berkepentingan dengan tugas dan hubungan antara manusia
2.    Landasan Hukum Pemimpin
Manusia tercipta sebagai makhluk social yang satu sama lain saling membutuhkan dan saling melengkapi. Dalam suatu komunitas, manusia memiliki sifat yang berbeda-beda sesuai latar belakang masing-masing. Oleh sebab itu dakam suatu komunitas atau organisasi dibutuhkan seoarang pemimpin yang bisa menegakkan keadilan, kebenaran dan keamanan ke arah tujuan bersama. Sebagaimana Rasul bersbda:
Artinya: “ apabila berangkat dalam perjalanan tiga orang maka hendaklah salah seorang dari mereka menjadi pemimpin “. (Abd. Muiz Kabry, 1988: 78).
Ibnu Taimiyah memberikan komentar hadits di atas, bahwa Nabi mewajibkan mengangkat seorang pemimpin dalam suatu jamaah yang begitu kecil yang bersifat sementar sebagai contoh dalam suatu perjalanan. Menurut beliau Allah mewajibkan menegakkan amr ma’ruf nahi munkar, hal-hal itu tidak bisa ditegakkan melainkan dengan kekuatan dari pemimpin (EK. Imam Munawir, 1989: 97).
Mayoritas dari kalangan teologi kaun sunni, menetapkan bahwa seorang pemimpin merupakan suatu keharusan. Hal ini berfungsi untuk menegakkan keadilan dan kebenaran. Tanpa seorang pemimpin manusia selalu bertikai dan keadilan sukar untuk ditegakkan. Sehingga tidak bisa mewujudkan tujuan bersama untuk menegakkan kalamullah di muka bumi ini.
Dengan demikian, kedudukan pemimpin dalam sebuah organisasi sangat penting dalam usaha mencapai tujuan organisasi. Berhasil atau gaggalnya suatu organisasi dalam mengemban misinya untuk mencapai tujuan, sebagian besar ditentukan oleh kualitas pemimpin yang disertai tugas-tugas kepemimpinannya dalam organisasi yang bersangkutan.
3.    Kepemimpinan Dakwah Islam
Amar ma’ruf nahi munkar adalah  salah satu tugas umat Islam. Untuk mewujudkan hal tersebut kerjasama antar individu merupakan factor yang sangat mempengaruhi keberhasilannya. Dakwah mencakup berbagai aspek sendi kehidupan. Maka kemampuan pemimpin dakwah Islam diperlukan untuk mengatur dan menggerakkan ornag-orang yang kompeten di bidangnya dengan baik dan benar.
Keberhasilan dakwah Islam periode-periode pertama yaitu dibawah kepemimpinan Rasulullah saw. Keberhasilan tersebut tidak terlepas dari pemimpin yang memiliki nilai-nilai kepemimpinan dan kemampuan manajemen yang sempurna. Maka kepemimpian dakwah Islam merupakan suatu kepemimpian yang fungsi dan perananya sebagai manjer organisasi dakwah yang bertanggungjawab atas jalnnya semua fungsi manjemen mulai dari perencanmaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengawasan proses dakwah (Zini - uchtarom, 1996: 73).
Oleh karena itu pemimpin dakwah selayaknya mencerminkan nilai-nilai dakwah yang akan dilaksanakan. Pemimpin selalu bersama dengan yang dipimpin. Apabila di depan, pemimpin memberikan contoh atau teladan tentang apa yang harus dikerjakan oleh bawahan (Ing Ngri Song Tulodo). Apabila di tengah orang yang dipimpin, ia memberi motivasi dan semangat kerja (Ing Madyo Mangun Karso). Sedangkan apabila di belakang, ia memberikan daya kekuatan ketahanan (Tut Wuri Handayani), (Zaini Muchtarom, 1996: 75).
4.    Teori-teori Kepemimpinan
Kepemimpinan merupakan kemampuan lebih yang dimiliki oleh seseorang atau pemimpin dalam mempengaruhi orang-orang agar mereka mau bekerja untuk mencapai tujuan yang diinginkan pemimpin. Menurut Gouzali Saydam (1996: 707-709) “ teori kepemimpinan adalah bagaimana cara mengetahui timbulnya kepemimpinan ditengah-tengah masyarakat baik berbentuk unit kerja maupun non unit kerja “.
Penulis akan mengungkapkan beberapa ahli yang membahas teori kepemimpinan. SP. Siagian (1996: 709-712) berpendapat ada tiga macam teori kepemimpinan yaitu pertama, teori genetika adalah bahwa kepemimpinan yang dimilikinya merupakan bawaan dari semenjak lahir, berarti ia dilahirkan untuk menjadi seorang pemimpin. Kedua, teori social yaitu bahwa kepemimpinnanya buakan dimiliki dari semenjak lahir melainkan ia menjadi seorang pemimpin karena diciptakan oleh masyarakat, walaupun tidak memiliki bakat tetapi kalu dilatih dan dididik akan bisa menjadi seorang pemimpin. Ketiga, teori ekologis ialah teori yang merupakan campuran dari teori genetic dan social.
Hellriegel dan Slocum (1996 :712-716) berpendapat bahwa teori kepemimpinan terbagi atas tiga golongan besar yaitu pertama, teori mengenai cirri atau sifat yang berarti pemimpin memiliki cirri, baik dari segi fisik maupun pola pikirnya. Kedua, teori berdasrkan tingkah laku yaitu tinkah laku dalam gaya kepemimpinannya yang berkaitan dengan tindakan-tindakan dalam mengambil keputusan, kadar wewenang yang digunakan pemimpin terhadap bawahannya dan pengikutnya serta kebebasan yang diberikan pemimpin dalam ikut serta mengambil kepurtusan. Ketiga, berdasrkan situasi yaitu dimanan seseorang pemimpin dipengaruhi oleh situasi kemampuan bawahannya atau pengikutnya sehingga bisa menyesuaikannya. Teori ini sangat dipengaruhi oleh kemampuan para bawahannya dalam menyesuaikan kiat kepemimpinannya dengan situasi yang dihadapi.
Dalam proses dakwah sesuai dengan tujuannya untuk merealisasikan nilai-nilai al-qur’an dan as-sunnah, maka teori kepemimpinan yang diterapkan tidak boleh menyimpang dari nilai-nilai al-qur’an dan as-sunnah. Dengan demikian teori yang dipakai  tidak hanya satu teori saja melainkan bisa berubah-ubah sesuai dengan kondisi yang dihadapinya.
B. Motivasi
            Organisasi pada dasrnya mengandung arti suatu bentuk kerjasama antara manusia untuk mencapai tujuan bersama. Disinilah letaknya peranan pemimpin dalam memotivasi para bawahan agar senantiasa memiliki kondisi yang positif dalam melaksanakan pekerjaan, sehingga tujuan bersama tercapai.
1.    Pengertian dan Fungsi Motivasi
Istilah motivasi dari morever bersal dari bahasa Latin ynag sama dengan to move dalam bahasa Inggeris yang bererti mendorong atau menggerakkan. Menurut Drs. Wahjosumidjo yang dikutip oleh Gouzali Saydam (1996: 325) berpendapat bahwa motivasi merupakan suatu proses psikologi yang mencerminkan interaksi antara sikap, kebutuhan, persepsi dan keputusan yang terjadi pada diri seseorang. Sementara menurut William Mc Dougall yang dikutip HM. Arifin (1991: 328) “motivasi adalah keinginan yang terdapat pada seorang individu yang merangsangnya untuk melakukan tinadakan-tindakan”.
Dalam suatu organisasi kedudukan motivasi sangat penting untuk menggerakkan sumber daya manusia. Karena seorang pemimpin tidak bisa melakukan pekerjaan sendiri tetapi harus dibantu dan ditentukan oleh hasil kerja kolektif antara bawahan dan pemimpin. Disini terlihat jelas dengan motivasi yang baik dari seorang pemimpin, maka bawahannya akan melakukan tugas-tugas ynag diberikan dengan baik menghasilkan pekerjaan yang diharapkan.
Motivasi sebagai proses psikologis memiliki peranan dalam menciptakan suatu perbuatan atau perilkau untuk mencapai kebutuhan. Oleh karena itu, seorang pemimpin hendaknya mempelajari dan memahami terlkebih dahulu motif bawahan dalam melakukan suatu pekerjaan, sehinggga pemimpin dapat membentuk suatu lingkungan atau situasi yang dapat mendorong dan kondusif untuk  melakukan pekerjaan.
2.    Teori-teori Motivasi
Para ahli mengklasifikasikan motivasi ke dalam beberapa bagian, diantaranya menurut Heidarahman Ranupandojo dan Suad Husnan (1986: 197-201) bahwa teori motivasi dikelompokkan ke dalam tiga macam, yaitu:
a.    Content Theory (Teori Kepuasan)
Teori kepuasan merupkan teori yang menjelaskan tentang apa motivasi itu dan factor-faktor apa yang menyebabkan bawahan berperilaku. Teori ini berusaha menjawab pertanyaan tenatng kebutuhan apa saja yang dimiliki seseoarang dan yang perlu dipuaskan? Dan apa saja yang mendorong seseorang untuk memperlihatkan perilaku tersebut ?.
Dalam teori ini dibutuhkan seorang pemimpin yang mengtahui kebutuhan para bawahannya dengan melihat perilakunya dan mencari cara yang tepat unyuk mendorong mereka agar mau bekerja sesuai denagn keinginan pemimpin.
Salah satu pendapat yang  berkaitan dengan teori kepuasan ini adalh pendaptnya AH. Maslow tentang teori hirarki kebutuhan. Manusia merupakan makhluk ynag berkeinginan dan tersusun secara hirarki mulai dari yang paling dasar sampai yang paling tinggi dan kebutuhan seseoarng itu bergerak mulai dari tiungkat dasar (Gouzali Saydam, 1996: 339).
Kebutuhan rasa aman dimanifestasikan kepada kebutuhan akan keamanan jiwa, harta dan sebagainya. Hal ini bisa dilakukan dengan memberikan informasi agar selalu berhati-hati dan waspada. Kebutuhan tersebut terus meniingkat sampai tahapan yang paling tinggi. Seseorang akan cenderung memuaskan kebutuhan-kebutuhan secara sistematis mulai yang paling dasar selanjutnya bergerak mengikuti hirarki kebutuhan (Gouzali Saydam, 1996: 340).
b.    Process Theory (Teori Proses)
Teori proses ini menekankan bagaimana dan dengan tujuan apa setiap individu dimotivasi (Heidjrahman Rnupandojo dan Saad Husnan, 1986: 200). Ini berarti bahwa dalam teori proses, kebutuhan merupakan suatu factor yang mempengaruhi kerja dan tingkah laku seseorang. Masih menurut Heidjarahman dan Saad Husnan (idem) “ dasar dari teori proses tentang motivasi ini adalah expectancy (pengharapan) yaitu apa yang dipercaya oleh individu akan mereka peroleh dari tingkah laku mereka.” Pengharapan yang diberikan oleh pemimpin kepada bawahannya akan memberikan dorongan yang posotif dalam melakukan suatu pekerjaan yang diperintahkan oleh atasannya.
Denagn demikian dalam proses dakwah, apabila para pelaku dakwah melaukan dengan sunguh-sungguh maka akan mendapatkan balasan yang sesuai dengan apa yang telang dilakukannya.
Firman Allah SWT dalam surat al-ankabut ayat 69:
“ Dan orang-orang yang sungguh-sungguh didalam menjalankan tugas karena Aku (mengikuti perintah-Ku) pasti akan Aku beri petnjuk jaln-Ku. Sesungguhnya Allah selalu bersama orang-orang yang berbuat baik. “  (RHA. Soenarjo dkk, 1989: 638)
c.    Reinforsement Theory
“ Teori ini menjelaskan  bagaimana konsekuensi perilaku di masa lalu mempengaruhi tindakan di masa yang akan dating dalam suatu siklus proses belajar(Heidjrahman Ranupandojo dan Suan Husnan, 1986: 200)”.Teori ini memandang bahwa manusia melakukan suatu pekerjaan atau perilaku karena adanya proses belajar dari masa yang lalu. Apabila individu melakukan pekerjaan tertentu maka akan mendapatkan pujian dan apabila melakukan pekerjaan tertentu akan mendapat cercaan. Dengan belajar dari pengalaman tersebut , manusia akan memiliki tingkah laku yang menyebabkan hati senang. Karena pada umumnya manusia lebih suka akibat yang menyenangkan dan akan menghindari perilaku yang mengakibatkan konsekuensi yang buruk.
Untuk mendorong manusia selalu berbuat dan bekerja dengan baik, maka Allah telah memperingatkan kita dalam firman-Nya surat al-isra ayat 7:
“ Jika kamu berbuat baik maka kebaikan itu untuk kamu sendiri. Dan jika kamu berbuat jahat, maka kamu akan merasakan kejahatan kamu sendiri “. (RHA. Soenarjo dkk, 1989: 425).
3.    Faktor-faktor yang Mempengaruhi Motivasi
Motivasi sebagai proses psikologi dalam diri seseorang akan dipengaruhi beberapa factor. Menurut Gouzali Saydam (1996: 370-385), factor-faktor tersebut terbagi kepada factor intern dan ekstern yang antara lain: 1. Kematangan pribadi, 2.tingkat pendidikan, 3. Kebutuhan, 4.kelelahan dan kebosanan, 5.kepuasan kerja
4. Teknik-teknik Pemberian Motivasi
            “ Teknik motivasi tidak lain adalah kemampuan seseorang atau pemimpin secara konseptual ataupun dengan berbagai sumber daya dan sarana dalam menciptakan situasi yang memungkinkan timbulnya motivasi pada setiap bawahan atau orang lain untuk berperilaku sesuai dengan tujuan organisasi “. (Wahjosumidjo, 1994: 197).
C. Dakwah
            Sesuatu yang diketahui belum tentu dimengerti dan difahami, begitupun dengan istilah dakwah. Agar dakwah dilakukan dengan baik dan benar serta mencapai sasaran yang diinginkan, maka perlu difahami apa dan bagaimana dakwah itu.
1. Pengertian dan Tujuan Dakwah
            Pengertian dakwah secara etimologi diambil dari bahasa Arab dalam bentuk masdar da’a-yad’u-da’watan, artinya menyeru, memanggil, mangajak (Mahmud Yunus, 1972: 127).
            Menurut Syekh Ali Mahfud, dakwah adalah mendorong manusia agar berbuat kebaikan dan menurut petunjuk, menyeru mereka berbuat kebajikan dan melarng mereka dari perbuatan munkar agar mereka mendapat kebahagiaan dunia dan akherat (Abd. Rosyad Shaleh, 1993: 8). Dan menurut Hamzah Ya’kub yang dikutip oleh Ahmad Subandi (1994: 13) “ dakwah dalam Islam mengajak manusia dengan hikmah kebijaksanaan untuk mengikut petunjuk Allah dan Rasul-Nya “.
            Walaupun ada perbedaan definisi dakwah di atas, tetapi dapat diambil benang merahnya yaitu adanya proses dakwah secara sadar, menyeru kepada kebaikan, mencegah kemunkaran, taat kepada Allah sesuai denngan al-qur’an dan sunnah dan mencapai kebahagiaan dunia dan akherat (Ahmad Subandi, 1997: 4).
2. Sistematika Dakwah
            Menurut Amrullah Achmad (1983: 13) “ sebagai sisem usaha mewujudkan nilai-nilai Islam, dakwah merupakan suatu kebulatan dari sejumlah unsur / bagian yang antara satu dengan yang lainnya saling berhubungan dan beriteraksi dalam rangka mencapai suatu tujuan mewujudkan masyarakat adil dan makmur, material dan spiritual yang diridhai Allah SWT dalam rangka menghantarkan kedamaian dan kebahagiaan di dunia dan akhierat “.
Penutup
            Setelah memahami konsep kepemimpinan, motivasi dan orientasi da’wah bagii siapanpun kita, diharapkan akan memacu dan memicu semangat guna memanfaatkan bekal amanah yang kita emban demi kesejahteraan rakyat banyak. Sebab perlu disadari bahwa, reformasi yang sedang kita jalani sekarang ini pada hakekatnya adalah merupakan koreksi total atas kegagalan Para Elit Pemimpin Bangsa dan Pemerintahan (Gomernment Failure) yang di tandai dengan banyaknya kasus-kasus KKn, ketidak-pastian hukum, tidak adanya stabilitas politik dan tidak jelasnya arah dan kebijakan pembangunan.
            Kemudian di Era Reformasi berbagai produk hukum baru banyak lahir sebagai pengganti produk hukum lama yang sudak tidak relevan ataupun produk hukum yang baru sama sekali. Salah satu produk hukum baru yang menghentak khalayak ramai sekaligus menjadi pusat perhatian banyak orang adalah UU no. 22 tahun 1999 tentang “ otonomi Daerah serta revisinya UU no.32 tahun 2004. Lahirnya UU ini membawa perubahan yang signifikan bagi daerah yang sekaligus membawa angin segar bagi daerah untuk menentukan sikap dan mengelola daeranya sendiri.
            Perubahan itu pun merambah pada perubahan kultur budaya kepemimpinan, dimana seorang pemimpin masa kini adalah sosok pemimpim yang memilki visi dan misi yang jelas, mampu membangun ‘ core values ‘ dan ‘ core beliefs ‘ di lingkungan organisasi yang dipimpinnya, sehingga eksistensinya didukung oleh rakyat banyak, karena ia selalu memperhatikan rakyat yang memilihnya. Oleh karena itu di Era Reformasi sekarang ini, rakyat sangat menantikan kehadiran sosok pemimpin negarawan yang mampu mengubah kegagalan menjadi keberhasilan, government failure kearah pemerintahan yang berhasil good government, pemimpin yang mampu memberikan keteladanan yang kongkrit bukan yang semu, pemimpin yang mau peduli kepada wong cilik bukan wong licik, pemimpin yang berani mengatakan…. ‘ say no to KKN, …. Say no to MALIMO (maling, madat, mabok, madon n ect.).  wallahu a’lam bissawwaf

Tidak ada komentar:

Posting Komentar